Arti asal kata khamr (خَمْر) adalah ‘tutup’. Segala sesuatu yang berfungsi sebagai penutup disebut khimâr (خِمَار). Kemudian, lebih populer kata itu diartikan sebagai ‘kerudung atau tutup kepala wanita’, seperti yang terdapat di dalam QS. An-Nûr [24]: 31. Adapun arti lain dari kata khamr (خَمْر) adalah ‘minuman yang memabukkan’. Disebut khamr (خَمْر) karena minuman keras memunyai pengaruh negatif yang dapat menutup atau melenyapkan akal pikiran. Kata khamr (خَمْر) yang berarti ‘minuman keras’, di dalam Al-Qur’an, disebut enam kali, antara lain, di dalam QS. Al-Baqarah [2]: 219 dan QS. Al-Mâ’idah [5]: 90 dan 91.
Inti pembicaraan Al-Qur’an tentang hal ini berkisar pada persoalan hukum meminum jenis minuman tersebut. Al-Qur’an menetapkan bahwa hukum meminum khamr (خَمْر) adalah haram. Pengharaman khamr (خَمْر) ini oleh Al-Qur’an ditetapkan secara bertahap. Pada tahap pertama, Al-Qur’an di dalam ayat Makkiyah-nya secara tidak langsung mulai menganjurkan menghindari khamr (خَمْر) dengan menunjukkan bahwa padanya terdapat unsur memabukkan, seperti ditegaskan di dalam QS. An-Nahl [16]: 67. Meskipun begitu, ayat ini belum mengharamkan khamr (خَمْر). Dengan kata lain, khamr (خَمْر) yang dibuat dari buah korma dan anggur itu pada masa awal Islam adalah halal.
Kemudian, pada periode Madinah turun ayat Al-Qur’an yang secara tegas mencela khamr (خَمْر). Di situ terdapat mudharat yang lebih besar dibandingkan manfaatnya, sebagaimana ditegaskan di dalam QS. Al-Baqarah [2]: 219. Menanggapi ayat ini, kaum Muslim ketika itu masih terpecah menjadi dua golongan. Sebagian meninggalkan minum khamr (خَمْر) karena menyadari adanya dosa yang besar dan sebagian lagi tetap meminumnya karena melihat adanya aspek manfaat pada jenis minuman tersebut.
Selanjutnya, Al-Qur’an secara tegas melarang atau mengharamkan minum khamr (خَمْر) khusus pada waktu-waktu menjelang shalat, seperti yang terdapat di dalam QS. An-Nisâ’ [4]: 43. Dengan ayat ini, seseorang mungkin tetap meminum khamr (خَمْر) setelah Isya, misalnya, yang pada waktu Shubuh mabuknya hilang.
Pada tahap terakhir, turun ayat Al-Qur’an yang mengharamkan khamr (خَمْر) secara mutlak pada seluruh waktu, seperti ditegaskan di dalam QS. Al-Mâ’idah [5]: 90 dan 91. Diceritakan, ketika ayat ini turun, Umar bin Al-Khattab berkata, “Sungguh kami berhenti minum khamr (خَمْر)”. Sahabat Anas meriwayatkan bahwa sejumlah orang tengah minum khamr (خَمْر) di rumah Abu Thalhah; begitu mendengar diharamkannya khamr (خَمْر), mereka langsung menumpahkan dan memecahkan semua bejana khamr (خَمْر). Jumhur ulama bersepakat bahwa khamr (خَمْر), banyak maupun sedikit, adalah haram. I[Suryan A. Jamrah]
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar